kaya itu lillah
kaya itu lillah

Kaya Itu Lillah

Posted on

Sepintas, bagi saya buku berjudul Allah Cinta Muslim Kaya nampak biasa tanpa kemeriahan warna. Jika lebih dekat, akan terlihat komposisi warna dasar hitam pada font berjenis brush dan kuning telor sebagai latar belakang yang juga tidak terlalu mewah. Saya pun menduga: akan cukup membosankan jika dibaca. Tapi, nyatanya tidak demikian. Setelah selesai membaca, saya tak menduga jika kesederhanaan penataan tampilan tersebut merupakan pesan visual akan inti penyampaian buku ini. Warna kuning mewakili kekayaan dan hitam mewakili kekuatan atau kemauan keras. Bisa dibilang, buku menggiring kepada kesimpulan bahwa kekayaan adalah kekuatan untuk meraih cinta Allah.

Dengan ukuran 11x 17 cm, buku ini mampu mengemas secara ringan persoalan mengapa prediket muslim dan kaya itu penting untuk mendapat cinta Allah Swt. Ya, di tengah polemik kemiskinan dan krisis kepedulian, buku kesembilan Dr. Saiful Falah, M.Pd.I ini menawarkan pandangan dan motivasi segar untuk menjadi muslim kaya dan peduli memakmurkan umat. Tidak sekadar kaya tapi kaya yang pasrah, lillah istilahnya. Banyak orang-orang kaya tapi bukan seorang muslim. Misalnya saja: Bill Gates, Carlos Slim dan Warren Buffet. Tak sedikit juga muslim kaya namun tidak pasrah dengan kekayaannya. Sebut saja Qorun, ikon hartawan sepanjang sejarah. Lantas, bagaimana dengan dampaknya?

Tentu, bukan hal yang patut untuk dibanggakan. Sudah menjadi hal lumrah jika muslim terlihat tak berdaya.

Mudah saja. Kita harus punya uang untuk membayar. Siapapun di zaman sekarang ini pasti mau bekerja dengan bayaran yang setimpal. Orang Islam saja banyak yang menjadi tukang bangunan di komplek gereja. Bahkan ada yang ‘suka rela’  menjaga gereja saat perayaan natal. Saudara muslim kita banyak yang menjadi koki dan pelayan di restoran Cina. Bahkan orang Islam rela mengambil sembako di pintu klenteng Budha. Semuanya bisa dikondisikan jika kita punya uang.(hal 15).

Beralih ke pembahasan isi. Buku saku dengan 77 halaman ini, memuat tiga bahasan pokok: mengapa muslim harus kaya, empat tingkatan rezeki dan tiga keutamaan harta. Tak lupa, ada sisipan cerita inspiratif di tiap pembahasan. Dari kasus pencurian saat shalat Jum’at (hal 12), Nabi Sulaiman As, semut dan sebulir gandum (hal 20), santri dan ustadz soal zuhud (hal 27), kisah sayyidina Utsman bin Affan dan Bi’rul Ma’unah (hal 54), sampai kisah tiga muslim yang mengantri di depan pintu surga (hal 71). Bisa dibilang, penyisipan cerita tersebut memberi kesan cukup mendalam bagi saya dan calon pembaca. Lebih-lebih isi buku tersebut dikemas dengan gaya bercerita. Ada artikulasi kalimat yang jelas, penekanan kata atau poin penyampaian, serta antusiasme berbagi cerita yang khas.

Sebagai penutup, rasanya penghujung akhir pekan akan sayang terlewat tanpa membaca kembali buku ini. Entah sekadar memotivasi diri untuk esok hari atau memberi asupan informasi. Jika pun ada yang harus dikritik, mungkin hanyalah analisa kasus yang kurang mendalam dan keterbatasan halaman. Itupun agar pembaca bisa menggali lebih dalam dan mendapat kemanfaatan yang lebih beragam. Selamat menjadi muslim kaya!

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *