menggali-kearifan-musyawarah
menggali-kearifan-musyawarah

Menggali Kearifan Musyawarah

Posted on

Terkadang, dalam keseharian kita menemukan beberapa permasalahan yang tak dapat diselesaikan. Tak jarang, pada akhirnya kita meminta pendapat orang-orang terdekat untuk ikut mengambil sikap. Upaya semacam inilah yang lazim disebut sebagai musyawarah.

Jika dilihat dari segi bahasa, kata musyawarah, diambil dari syuraa yang berarti mengambil dan mengeluarkan pendapat. Sedangkan pengertian dalam mu’jam al Ghani adalah menjadikan sebuah urusan untuk diperdengarkan secara umum, dengan mengemukakan pendapat.

Seringkali pemakaian kata musyawarah ini berkaitan erat dengan hal-hal positif, sesuai dengan makna kata dasarnya. Dari hal positif inilah kita bisa belajar pentingnya sharing atau musyawarah untuk menjalin silaturrahmi dan keakraban, termasuk untuk memadupadankan gagaasan-gagasan antar sesama.

Dari surat ali Imran 159, para kita bisa belajar banyak hal. Bagaimana seorang Nabi Muhammad Saw. yang mempunyai kesempurnaan akal diperintahkan untuk bermusyawarah. Inilah pembelajaran bagi umat untuk mengutamakan musyawarah, apapun urusannya.

Secara redaksional, ayat 159 berbicara tentang tahapan sebelum bermusyawarah. Yang pertama bil ‘afwi, perintah utuk memaafkan terutama untuk persoalan khususnya mengenai perasaan pribadi. Hal ini penting menetralisir pendapat tanpa keterlibatan persoalan pribadi ataupun keterpihakan.

Kedua meminta ampunan untuk mereka (para sahabat) baik untuk urusan di antara mereka dengan Allah. Setelah itu baru bersmusyawarah. Hal ini juga mendukung terciptanya suasana musyawarah yang kondusif yang mampu menampung perbedaan pandangan.

“Maka disebabkan rahmat Allahlah, engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka.Seandainya engkau bersikap kasar dan berhati keras. Niscaya mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu. Kerena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan tertentu.Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (QS. Ali ‘Imran: 159)

Menyikapi Pendapat yang Saling Bertolak Belakang

Jika mengkaji lebih dalam, kita dapat menemukan solusi untuk menyikapi pendapat yang saling bertolakbelakang. Dahulu, pasca kemenangan perang Badar, umat Islam dihadapkan persoalan tentang bagaimana menyikapi orang-orang musyrik yang tertawan. Rasulullah Saw. mengambil inisiatif untuk bermusyawarah dengan Sy. Abu Bakar Ra. dan Sy.Umar bin Khattab Ra.

Sy.Abu Bakar mengusulkan agar tawanan perang tersebut dibebaskan dengan membayar tebusan.Sebuah solusi untuk menampakkan kelembutan Islam kala itu.

Berbeda dengan Sy. Abu bakar Ra., Sy. Umar bin Khattab Ra. mengusulkan untuk membunuh tawanan tersebut. Alasannya untuk menampakkan kekuatan dan keagungan Islam, agar tidak mudah dihina dan dicaci. Mengingat dasyatnya cobaan dari kaum kafir Quraisy kala itu.

Nyatanya, kedua pendapat yang kontradiktif tersebut tidak membuat Sy.Abu Bakar as Siddiq Ra. dan Sy. Umar bin Khattab Ra. berseteru. Keduanya tetap dalam kesadaran untuksaling menghargai tanpa harus saling menjatuhkan. Sampai turunlah surat Ali ‘Imran ayat 159 yang mengarah kepada pendapat Sy. Abu Bakar as Siddiq Ra..

Hikmah Musywarah

Musyawarah itu bukti kesempurnaan manusia. Mengapa? Kesempurnaan tersebut tak lepas dari anugerah akal dan kelegawaaan untuk bermusyawarah, bertukar pikiran dengan orang lain. Kesempurnaan akal akan jauh lebih sempurna jika ditopang kebersihan hati dari ego dan perasaan lebih dari orang lain.

Untuk itulah, manusia yang sempurna adalah manusia yang berakal dan mau bermusyawarah. Sedangkan manusia yang setengah sempurna adalah seorang yang mempunyai pendapat namun tidak mau bermusyawarah. Adapun seorang yang tidak sempurna sama sekali adalah seorang yang tidak mempunyai pikiran dan tidak mau bermusyawarah.

Padahal dengan bermusyawarah, kita akan temukan berbagai hal positif, seperti:
• Tumbuhnya kecintaan akan kemaslahatan umum
• Lebih cepat menyelesaikan masalah. Karena tiap manusia diberi kemampuan akal yang berbeda-beda. Dengan musyawarah, kamuakan mendapatkan sesuatu yang terkadang tidak terpikir sebelumnya.
• Kemampuan berfikir dan mengemukaan pendapat
• Lebih dekat dengan kebenaran. Dalam sebuah hadits riwayat Abi Syaibah Ra. dan Imam Bukhari Ra. dalam kitab shahih Adabul Mufrad disinggung:

ما تشاوَرَ قومٌ إلاّ هُدوا لأرشدِ أمرِهم

“Tidak satu kaum pun yang selalu melakukan musyawarah melainkan akan ditunjukkan jalan paling benar dalam perkara mereka.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *