كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ
“Setiap anak Adam itu mempunyai kesalahan, dan sebaik-baik orang yang mempunyai kesalahan ialah orang-orang yang banyak bertaubat.”(HR. Tirmidzi (2499) dan Ibnu Majah (4251)).
Sebagai insan, kita tak bisa lepas dari lupa dan salah. Memang demikianlah fitrah sebenarnya manusia. Namun, bukan berarti kita dengan mudah mengkambinghitamkan ketentuan Allah dan berbuat dosa sebebas-bebasnya. Justru malah sebaliknya, Allah memberi ujian untuk mengetahui siapa yang beramal paling baik diantara hamba-hamba-Nya.
Dari hadits di atas kita belajar untuk senantiasa bertaubat, membersihkan diri dari berbagai kesalahan. Taubat dalam pengetian ini tidak sekadar ucapan saja. Namun diiringi rasa penyesalan dan pelepasan diri dari kekhilafan yang kita lakukan.
Sebagai manusia, kita juga tidak tahu pasti berapa jumlah kesalahan yang sudah dilakukan. Baik itu terkatagorikan sebagai dosa kecil, besar, hati dan anggota badan, tidak sadar atau bahkan dosa yang secara sadar kita dilakukan. Dan nyatanya, semua dosa tersebut menjadi salah satu pemicu turunya segala bencana dan musibah. Tentu akan sangat riskan jika kita membebani perjalanan hidup dengan dosa-dosa yang masih belum terampuni. Untuk itulah pentingnya taubat sebagai tiket keberuntungan perjalanan kita, di dunia dan di akhirat kelak.
… ۚوَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
… “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. an Nur ayat 31)
Layaknya sebuah jalan, taubat menjadi media penghubung antara rahmat Allah Swt. dengan penyesalan dosa kita. Hal ini bisa kita perhatikan dalam hadits riwayat Imam Muslim berikut:
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ النَّهَارِ ، وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ اللَّيْلِ ، حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا
“Sesungguhnya Allah Ta’ala membentangkan tangan-Nya di malam hari untuk menerima taubat hamba yang berdosa di siag hari.Dan Allah Ta’ala membentangkan tagan-Nya di siang hari untuk menerima taubat hamba yang berdosa di malam hari, sampai matahari terbit dari barat.”
Selanjutnya, tinggal bagaimana kita membentuk komitmen taubatan Nashuhah. Lebih jelasnya, kita bisa menyimak uraian al Habib Abdullah bin Alwi al Haddad dalam An Nashaih ad Diniyah mengenai tiga syarat yang menjadi kesempurnaan taubat.
Pertama, penyesalan atas dosa-dosa yang telah lewat. Kedua, berlepas diri untuk tidak mengulangi dosa yang sama. Ketiga, tekad untuk tidak kembali ke dalam dosa yang sama seumur hidup.
Ketiga syarat tersebut harus dipenuhi untuk dosa-dosa yang berkaitan antara Allah dan hamba-Nya. Dan beliau menambahkan syarat keempat untuk dosa-dosa yang berkaitan dengan hubungan sesama hamba Allah. Diantaranya, qashas untuk jiwa-jiwa yang telah didhalimi. Mengembalikan hak-hak yang telah didhalimi, baik itu menyangkut harta. Meminta kehalalan dari harga diri orang yang didhalimi. Dan semua itu disertai usaha keras sesuai kemampuan kita. Wallahu a’alam.